Beberapa bulan menjelang masa pensiunnya, Bapak mulai sibuk sendiri. Mempersiapkan dan mencari aktifitas baru yang sekiranya bisa terus mengembangkan potensi. Bukan lagi jadi tukang servis elektronik, potografer keliling, atau yang pernah dilakukan sebelumnya. Tiba-tiba bapak jadi makelar mobil. dan ada yang membuatku angkat topi dengan pekerjaan barunya itu. Apakah itu?
Yap, sekitar 2 minggu lalu Carry merah kesayangannya telah dijual ke warga desa sebelah. kemudian berganti espass abu-abu. Tak ada seminggu mobil itu telah berpindah tangan dan berganti merek sama warna ijo metalik.
Setiap kali memindahtangankan mobilnya ke orang lain, Bapak selalu menyebutkan harga ASLI ketika dibeli. Lantas meminta kesediaan calon pembeli untuk menambah lagi beberapa rupiah untuk biaya transportasi, perawatan, balik nama, dan lain sebagainya. Jika calon pembeli setuju maka mobil itu akan dilepas dan jika tidak, bapak tidak memaksa. Bahkan menyarankan untuk mencari di tempat lain.
Jaman segini susah nyari pedagang yang mau jujur. Yang sering kuketahui, harga barang asli langsung dinaikkan. Jika ada yang menawar, dibilangnya belum balik modal (padahal udah). Sering pula pebisnis tak punya etika. Saling sikut antar saingan. Persaingan tak sehat sepertinya sudah jadi hal lumrah. Bukan di kalangan orang awam aja lo. Yang mengaku berjuang di dunia dakwah, yang selalu mengacu pada Quran dan Hadist juga banyak yang tak memperhatikan etika. Yang kudengar barusan (beberapa menit lalu ni) malah ada yang jadi plagiat, mencuri ide, menyerobot klien orang lain, mematikan usaha saudara(katannya) seimannnya. Ustad..ustad..emang seperti itu ya seharusnya jadi panutan? (Ups ngawur kemana-mana)
Bukan maksudku sombong dengan membangga-banggakan Bapakku. Tapi terus terang aku bangga sebagai anaknya. Banyak ajaran moral yang seringkali erat kaitannya dengan Quran Hadist bisa kuambil darinya meski ia bukan ulama, bukan pula seorang ustadz ahli dakwah. Bahkan boleh dibilang 'abangan'.
Dan lagi-lagi, hari ini, Bapak punya stok mobil lagi untuk dijual. Carry lagi. Entah mana lagi yang akan dilepas. Hmm..pantas saja kakak iparku pengen gabung bisnis.
3.31.2009
Kerjaan Baru Bapakku vs Pebisnis Tak Beretika
3.30.2009
De' Rin Bilang Aku Bodoh
Pernah suatu ketika de' Rin bilang aku bodoh. Bahkan oon seperti oneng. Sebab ia pernah mendengar cerita tentangku yang seringkali disukai lelaki tapi tak pernah sadar sebelum ada yang bilang, sering dimanfaatkan orang lain tapi tak pernah curiga, dipecundangi dan disakiti teman sendiri tapi tetap berbaik sangka(apa benar aku sebaik itu?)
Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya. Mau bagaimana lagi? Tiap orang berhak berpendapat kan? Aku juga bisa maklum dia bicara seperti itu. Tak kaget lagi malah. Bukan de' Rin saja yang bilang seperti itu.
De'Rin, aku tak ingin ke-GR-an duluan sebelum orang yang menyukaiku bilang langsung. Bukannya lebih 'gentle' jika langung ngomong daripada disimpan mulu seperti pengecut? Lagipula lelaki susah juga dimengerti (seperti kebalikannya). Kita pakai cara kasar, mereka sakit hati. Pakai yang halus, mereka nggak ngerti-ngerti juga. cpd!
Dan aku selalu ingin menjadi teman yang baik meski terkadang seringkali merasa ditampar. Berusaha memahami dan menyenangkan orang lain boleh saja kan?
Sampai sekarang ternyata aku masih saja bodoh seperti katamu, de'..
3.24.2009
Semua Buatmu, Mama
Dua hari sebelum nyepi tiba. Ramai betul ternyata. Orang-orang pada pulang kampung. Menghindari gelap.
Penjualan tiket bus tak luput dari keramaian tersebut. Banyak penyedia layanan angkutan darat itu yang akhirnya menambah jumlah armadanya untuk mengimbangi jumlah permintaan.
Meski sudah ditambah, masih saja aku kesulitan mencari tiket Denpasar-Blitar. Ke tempat langganan, dapat seat paling belakang, dekat toilet. Yo emoh aku. Emang enak perjalanan panjang sambil menghirup udara segar khas to'il?
Lalu pergi ke tempat lain. Ada sih. Tapi (ada tapinya ni) seat paling depan. Tempat orang lewat-lewat. Menyebalkan nggak sih. Mau nggak mau kuambil juga. Daripada naik bus jurusan malang trus pindah bis lagi. Biasanya sih asik-asik aja. Banyak tantangan. Bisa ngobrol sama tu preman-preman terminal. Cuma sekarang lagi malas nanggapi tantangan.
Ah, Mama, ini anakmu datang. Jangan sakit lagi ya.
3.23.2009
Mengejar Kupu-kupu
Dear Vic,
Tiba-tiba saja aku menemukan sesosok yang sangat mirip denganmu. Caranya tersenyum, menatap, hingga gaya berpakaiannya mengingatkanku padamu. Terlebih waktu itu ia memakai warna kesukaanmu, biru.
Hampir setahun kau menghilang ya, Vic. Sungguh tega. Setelah kau beri impian indah tentang langit biru nan luas. Tanpa pesan pula kau pergi begitu saja. Hilang sudah semua impian itu. Bahkan biduk, yang rencananya akan kita tumpangi bersama, terombang-ambing sendirian, hampir karam seluruhnya.
Susah payah kucari keberadaanmu. Nihil. Cuma hampa yang kudapat. Angin mengabarkan bahwa kau tak mau sekedar menitip salam melaluinya. Aroma tubuhmu pun enggan kau berikan hingga sang bayu bisa menghembuskannya padaku. Kau menghindar, menghilang dari pandanganku.
Dan susah payah pula kucoba melupakanmu. Berat memang bagiku. Melupakan semua yang pernah kita alami bersama. Tapi inilah hidup. Kenyataan yang telah kau pilihkan untukku. Kuhargai keputusanmu. Sesakit apapun akan kujalani jika itu bisa membuatmu bahagia. Yah..meskipun aku sempat berpikiran sempit pada awalnya. Manusiawi kupikir.
Lantas aku menemukannya. Hampir setahun semenjak punggungmu menjauh pergi. Pertemuan yang tak pernah disengaja. Tak pula kuduga sebelumnya. Tanpa kata ia menyapa. Seulas senyum ia tawarkan. Lidahku kelu. Tersisa bahasa beku. Senyum itu…mirip senyumanmu, Vic. Pun sorot matanya seperti milikmu.
Pesonanya membiusku. Membawaku kembali menembus kenangan bersamamu yang sengaja kukubur tanpa nisan hingga ku tak dapat petunjuk untuk menggalinya kembali. Kecamuk perasaan membelit dadaku. Antara seruak bahagia sekaligus sesak dan sakit teringat tentangmu.
Ah, Vic, semua tentangnya mengingatkanku padamu. Nama depan dan panggilannya persis namamu. Ketika obrolan berlanjut lebih dalam, kuketahui bahwa ia juga berasal dari daerah yang sama denganmu. Pemikirannya sama bebas seperti yang selalu kau bagi padaku. Hanya saja ia bukan dirimu. Usianya baru dua puluh lima tahun. Sementara kau dua tahun di atasnya.
Seperti mengejar kupu-kupu, mataku tak bisa lepas darinya. Takut kehilangan kepak sayap pelanginya. Ingin kutangkap dan kuletakkan dalam genggaman. Namun khawatir membuat sisik indahnya jatuh berhamburan ke tanah basah.
Akhirnya kuikuti saja kemana ia kepakkan sayap. Melihatnya berayun dari satu bunga ke bunga lain, dari satu dahan dan daun ke tempat yang lainnya. Tak akan pernah kulepaskan ia dari penglihatanku. Tak akan kupaksa untuk menangkapnya. Dan akan kutunggu hingga ia mau hinggap sendiri di telapak tangganku sehingga aku bisa lebih puas mengagumi keindahannya.
Vic, saat bersamanya, tersadar aku harus melarung semua tentangmu ke laut lepas. Biarlah semua hilang tertelan ombak. Kembali aku harus menyusun serpih retak hati yang semula sempat terbawa angin. Tak akan kupedulikan lagi betapa sulitnya mencari dan menyusun kembali repihan itu. Tak akan pernah sama memang. Barangkali tak akan sempurna lagi bentuknya. Namun aku tak peduli. Sebab ia telah memberiku isyarat untuk menyusuri pantai dan melawan arus ombak bersama.
3.21.2009
Halo HATI! Kali Ini Aku Menang Lagi
Orderan datang. Senang memang. Bisa dapat duit, tak lagi makan irit. Tapi apa yang akan kamu lakukan jika orderan itu datang dari orang yang bikin kamu nggak simpati, bikin sakit hati malah?
hayoo! Bingung juga kan? Itu baru perumpamaan kalau seandainya kamu yang ngalami sendiri lo. Kalau benar-benar kejadian gimana? Walah dalah badah, puyeng!
Meski demikian kuterima saja lah. Pintar-pintar memanipulasi hati supaya tak bergejolak. Bukan masalah uang yang ntar bakal di dapat. Melainkan memberi bukti, tuk diri sendiri, bahwa aku (masih) bisa bersikap profesional. Ya walaupun harus menekan segala rasa tak enak hati.
Dan akhirnya ku dapat melewati itu semua. Kerjaan beres! Halo HATI! Kali ini aku menang lagi!