Namun di sebalik itu semua, ada perihal yang awak tak suka dari tikus sebagai pribadi tikus itu sendiri. Dulu, ketika aku masih kecil, si manis – kucing kesayanganku yang sering kutangisi tiap kali belum balik waktu adzan magrib berkumandang (walah! Haha. Padahal si Manis lagi pacaran. ‘Nggak mau lah yaw pulang cepet-cepet!’, katanya) seringkali membawa pulang hasil buruannya dari atap rumah. Apa lagi kalau bukan mas Tiktik alias tikus. Kadang masih hidup dan ia dengan sok imut main kejar-kejaran dengan mas Tiktik di dekat tempatku belajar. Kaget lah tiba-tiba ada yang nyruntul (apa ya bahasa Indonesia-nya yang pas?) ke arahku. Terkadang mas Tiktik yang diajak pulang ke rumah sudah mati. Tikus gemuk (bisa masih utuh atau Cuma tersisa separuh badan dengan darah), hitam, mata melotot, diam membeku. Hiii….
Masih erat hubungannya dengan mas Tiktik, tadi pagi sewaktu mau merendam cucian, terkaget-kaget aku melihat tikus diam membeku itu di belakang kamar. Untungnya masih utuh. Tapi sontak saja aku terloncat kembali ke dalam. Mataku yang tadinya masih kriyip-kriyip langsug terbuka. Seperti habis melihat momok menakutkan. (emang momok!)
Mondar-mandir aku di dalam kamar sendirian. Mau membangunkan tetangga, e belum ada pintu kamar yang terbuka. Lagipula belum tentu juga ada yang berani. Perempuan semua euy!
Setelah membaca, mendengar, menimbang dan memutuskan, akhirnya kulihat ada serok sampah dan sapu lidi di halaman depan. Ting! Kuambil bangkai mas Tiktik dengan peralatan itu pelan-pelan. Pakai alat kok ya masih agak gimana gitu ya rasanya. Hiii… Tapi nggak bisa seperti ini terus deh. Mau minta tolong sama siapa lagi kalau bukan aku sendiri yang melakukan? Iya to?
Tikus sudah di serok, berlari aku menembus rimbun dedaunan. Tak peduli pada ranting-ranting dan duri yang mencabikku. (wualah!) hingga sampailah pada tempat pembuangan terakhir. Wuah lega!! Akhirnya…
Kesimpulan hari ini : jangan takut sama tikus! Masih ada serok sampah dan sapu lidi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar