Yang kurindukan, akhirnya datang juga. Hujan turun tiba-tiba. Bulir demi bulir basahi pucuk-pucuk cemara. Menitik sebagian di ujung rerumputan. Dedauanan dan bunganya bergoyang-goyang tertimpa tetesan.
Sementara mentari mengintip di sela langit. Hanya sedikit saja. Tetes-tetes itu gemerlapan diterpa cahaya mentari. Semakin mempesona di muramnya alam.
Entah mengapa, aku selalu merindukan tetes hujan turun basahi bumi. Aku rindu tiap-tiap bulirnya. Aku rindu suara dentingnya di atap rumah. Aku rindu kecipaknya di kubangan-kubangan bening di samping rumah. Aku juga rindu aromanya. Aroma debu beterbangan.
Temanku bilang kalau aku orang yang aneh karena terlalu sering merindukan hujan turun. Aku memang berbeda dari mereka. Jika mereka tak suka hujan turun, hanya akan membuat basah baju kesayangan mereka. Tetapi bagiku lain. Aku tak peduli jika hujan membuat basah baju-bajuku bahkan tubuhku sekalian. Bahkan dengan bangga akan aku katakan bahwa aku mencintai hujan. Ya, aku mencintainya meski terkadang hujan membuat badanku meriang demam. Aku menyukainya meski terkadang hujan membuat alergi dinginku kambuh. Aku benar-benar mencintainya.
Hujan membawa air berkah dari Sang Maha Pencipta. Rizki bagi makhluk-makhlukNya yang seringkali tak diharapkan kedatangannya. Bahkan sering dicibir dan disambut dengan muka jengkel dan muak. Padahal jika kita telusuri lebih dalam, hujan banyak sekali manfaatnya. Tanaman-tanaman di bumi akan segar dan menghijau untuk terus berkembang, menyediakan makanan bagi makhluk lain lewat fotosintesis dan juga meyediakan pasokan oksigen bagi makhluk hidup aerob.
Coba bayangkan jika saja hujan tak pernah ada. Niscaya bumi ini akan sangat panas dan kering. Tak akan ada tanaman yang bisa hidup dan berkembang. Gurun pasir terlihat seluas mata memandang. Tak ada pasokan air bersih dan oksigen di bumi. Kematian akan membayang di mana-mana. Ya, kematian.
Itulah mengapa aku sangat mencintai hujan. Mencintainya sebagai salah satu anugerah dari Alloh Azza wa Jalla yang diberikan tulus kepada makhluk-makhluk yang dicintaiNya.
Setiap kudengar kata hujan, yang terbayang di benakku adalah sebuah kesejukan melingkupi penjuru semesta. Menurutku, tetes-tetesnya merupakan berkah bagi semua makhluk. Setiap satu tetes menghapus satu makna panas. Panas karena marah, karena kesal, jengkel, BT, dan panas-panas lainnya termasuk panas karena sengatan matahari. Menikmati tetesannya benar-benar akan membuat jiwaku dingin setelah sekian lama berkutat dengan rutinitas menjemukan.
Alasan utama yang membuatku mencintai hujan adalah alunan dzikir yang dibawa oleh tiap-tiap tetesnya. Tetes-tetes itu terdengar menyebut asma-asmaNya ritmik berirama. Antara tetes satu dengan yang lain saling bersahutan memuji kebesaran Yang Maha Satu. Tiada terganggu satu sama lain. Bahkan yang ada, alunan dzikir antara tetes itu saling memperkuat irama dan nada dzikirnya.
Hujan selalu mengajakku untuk mengingat kebesaran Alloh Swt. Lewat dentingnya, kecipak airnya, dan juga aromanya. Kuberi tahu satu rahasia, dadaku seakan membuncah mau pecah ketika aroma hujan menyentuh indera pembauku, menggelitiknya perlahan. Rasanya tubuh ini melayang setiap kali menciumnya dan membuatku ingin bercengkrama dengan Sang Pencinta.
Dan hari ini aku semakin mencintai hujan serta semua yang beraroma tentangnya. Kuberikan satu ruang tersendiri di sudut hatiku agar aku bisa semakin menambatkan cintaku padanya juga pada Penciptanya. Maukah kau turut pula denganku? Jika mau, marilah mulai saat ini kita bersama mencintai hujan sebagai anugerah dariNya. Mensyukuri setiap tetesnya yang turun dan membasahi segala sesuatu tanpa mengeluh sedikitpun.
HUJAN
Hujan turun basahi bumi
Berdenting di ujung genting
Berkecipak di kubangan bening
Iramakan syair sang pecinta
Yang kasmaran
Menanggung rindu dendam
Hujan turun…
Basahi pucuk-pucuk cemara
Menitis di ujung rerumputan
Gemerlapan di cahaya muram
Warnai jiwa resah
Menahan gundah percintaan
Hujan turun basahi bumi
Rinai demi rinai
Terpa bunga gelisah
Gugurkan kuntumnya
Satu per satu
Hujan turun, sayang
Bawa untaian doa di tiap tetes
Bawa alunan dzikir di tiap denting
Pendarkan roman di suasana muram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar