Dulu, sewaktu mbak Ita, kakak pertamaku, masih duduk di bangku SMA, ia pernah bercerita kepada adik-adiknya, termasuk aku. Ceritanya tentang Capucini yang biasanya ia nikmati saat nonton bioskop di kota kelahiranku bersama cowoknya yang singkek cakep itu.
Tau nggak sih Capucini itu apaan? Dulu sih, kata mbak Ita, Capucini itu minuman dalam kotak. Seperti kemasan Gogo atau teh kotak Tetrajaya. Bedanya, yang kutangkap waktu itu, ada rasa coklat pada Capucini. Tentu saja aku belum kenal minuman sejenis semisal susu ultra yang rasa coklat sehingga aku tak bisa membayangkan seperti apa rasanya coklat cair. Yang kutahu ya coklat batangan. Itupun yang paling sering dimakan coklat cap jago, yang sekarang harganya limaratus rupiah, atau paling banter silverqueen, kado ultah dari mbak Ita saat aku ulang tahun.
Barangkali karena gaya bercerita kakakku yang satu itu sangat meyakinkan hingga cerita itu langsung terekam di benakku yang baru SD. Tentang rasanya yang enak. Tentang nikmatnya ketika diminum dingin, bla bla bla. Duh jadi penasaran benar. Namun Capucini itu tak pernah kudapatkan.
Setelah sekian lama mengendap di alam fantasiku, rupanya rasa penasaran itu masih ada. Tersimpan rapi dalam salah satu kotak mimpi yang tiba-tiba terbuka kembali semalam. Ceritanya tadi malam, kurasakan agak nggak enak badan. Biasa deh, seperti mo ngedrop lagi. Daripada ngedrop beneran, kupaksa keluar mencari suplemen sekalian cari susu cair di Tiara Dewata. Sekitar jam sembilan malam (menurut struknya sih jam 9:14 aku bayar di kasirnya), muter-muter akhirnya dapat juga. Pas lagi milih-milih susu cair ni, biasa lah cari yang…murah (bisik-bisik, maklum harus hemat), tiba-tiba mataku tertumbuk pada kemasan kotak ramping warna coklat dominan bertuliskan Capucini. Aha, ini dia!!! Akhirnya dapat juga.
Ada tiga macam rasa, coklat, coffee cream, dan capucino (klo nggak salah). Kubaca ingredient-nya. Eh ada susunya juga! Akhirnya kuputuskan membeli ‘susu’ kotak ini. Kupilih rasa coklat, seperti yang selama ini kuinginkan dan coffee cream. Sesampai di kos, langsung kumasukkan kulkas. Dingin lebih enak katanya (hehehe).
Paginya, setelah sarapan sup tofu panas yang baru kubuat, cepat-cepat deh kukeluarkan si kotak coklat itu dari kulkas, kupandangi sebentar, senyum dikit, trus diminum.
Cep..cep..cep… Kok rasanya…dominan kopi. Kulihat lagi kemasanya, kubaca. Ternyata o ternyata tertulis ‘Minuman Kopi Coklat’. Pantesan!
Kuambil HP, kuketik beberapa kalimat. ‘Mbak, akhirnya aku minum Capucini. Penasaran banget setelah mbak Ita dulu cerita. Ternyata kopi ya’. Lalu pencet send. Mbak Ita ketawa ngakak waktu menelponku dan tau kalau selama ini aku masih menyimpan rasa penasaran yang dalam.
Meskipun kopi dan bukan susu coklat seperti yang kubayangkan, kuhabiskan juga Capucini Coklat pertamaku. Sekarang, kopinya mulai bereaksi. Alamat nggak bisa ngapa-ngapain sampai beberapa jam ke depan deh sampai jantungku bisa adaptasi. Capucini oh Capucini, ternyata kopi. Ealah, katrok banget!
bagi donk capucinine :-)
BalasHapusada tu satu di kulkas
BalasHapus